Jakarta 17 November 2021 | Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang dirancang
untuk mampu beroperasi hingga kecepatan 350 km/jam, diyakini memiliki tingkat
keamanan yang tinggi, terutama dari ancaman angin kencang, hujan deras, gempa
bumi, objek asing, sampai sambaran petir di lintasan KCJB. Tingginya tingkat
keamanan KCJB ini didasari pada teknologi yang terpasang pada sistem proteksi
ancaman KCJB.
“Keamanan tentu menjadi perhatian khusus, apalagi KCJB ini nanti saat beroperasi
akan melaju sampai 350 km/jam. Untuk itu Kami sudah siapkan teknologi canggih
yang terpasang di lintasan dan di dalam rangkaian kereta yang dapat mencegah
terjadinya bahaya,” jelas Presiden Direktur KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi.
Untuk itu, Dwiyana mengaku pihaknya sudah menyiapkan berbagai instrument untuk
melindungi KCJB dari bahaya diantaranya Disaster Monitoring Center, sensor
pendeteksi ancaman di sepanjang trase KCJB, dan Disaster Monitoring Terminal di
Tegalluar sebagai pusat pengelolaan data kebencanaan. Selain itu, ada juga
instrumen pengamatan langsung di lapangan dengan CCTV yang tersambung ke
command center KCJB untuk mengirim informasi visual. Lalu, terdapat juga Internal
dan Eksternal Lightning Protection System pada konstruksi KCJB.
Terkait ancaman gempa, Dwiyana mengatakan kalau di sepanjang trase KCJB, akan
terpasang 7 sensor yang dipasang di jarak rata-rata tiap 25 km. Cara kerja dari sistem
ini adalah, setiap sensor akan mengirim data jika mendeteksi getaran ke Disaster
Monitoring Center untuk dianalisa dan ditarik kesimpulan untuk dilakukan upaya
pencegahan kecelakaan pada KCJB.
Adapun sinyal kegempaan yang pertama kali akan ditangkap dan dikirim oleh alat
sensor tersebut berupa gelombang P yang merupakan tanda awal terjadinya gempa.
Informasi itu lalu akan sampai ke Disaster Monitoring System sebelum terjadinya
Gelombang S yang merupakan getaran perusak dari gempa bumi. Dari sinyal
gelombang P yang terdeteksi tersebut, Dwiyana pun menjelaskan kalau pihaknya
dapat segera melakukan mitigasi ancaman dengan mengirimkan peringatan dan
instruksi ke setiap rangkaian kereta yang sedang beroperasi.
Lebih detail, Dwiyana menjabarkan kalau alarm yang dikirim dari Disaster Monitoring
Center untuk ancaman kegempaan terbagi ke dalam tiga level, yaitu level 1 untuk
gelombang P antara 40 gal-80 gal, level 2 untuk 80 gal -120 gal, dan level 3 untuk
gelombang P lebih dari 120 gal.
Belum cukup sampai di situ, KCJB juga akan bekerjasama dengan BMKG untuk
perlindungan KCJB dari ancaman gempa. Dengan rencana kerjasama ini, Disaster
Monitoring Center KCJB bisa mendapatkan data terkait ancaman gempa lebih awal
dikarenakan BMKG sudah memiliki banyak alat sensorik yang terpasang di dekat
epicentrum gempa.
“KCJB ini proyek kolaborasi, termasuk untuk perlindungan gempa yang bekerjasama
dengan BMKG. mereka sudah memiliki alat sensor yang terpasang di dekat pusat
gempa jadi kita bisa dapat early information kalau ada ancaman gempa untuk segera
dilakukan mitigasi,” jelas Dwiyana.
Sedangkan untuk pencegahan bahaya dari ancaman angin kencang, Dwiyana
memaparkan kalau di setiap trase KCJB, sudah terpasang 17 unit alat sensor yang
mampu mengukur arah dan kecepatan angin. “Untuk proteksi dari ancaman angin
kencang, 17 unit sensor yang bisa mengukur arah dan kecepatan angin sudah
dipasang. Kalau terdeteksi akan ada hembusan angin yang membahayakan
perjalanan KCJB, Kami bisa segera lakukan tindakan mitigasi,” paparnya.
Untuk mendeteksi ancaman dari hujan, Dwiyana mengatakan kalau disepanjang trase
KCJB akan terpasang 8 sensor yang masing-masing berjarak sekitar 20 Km. Alat
sensor tersebut akan mengirim data terkait intensitas hujan 10 menit sampai 24 jam.
Lalu jika curah hujan yang terdeteksi berpotensi menimbulkan ancaman, maka
tindakan mitigasi pun dapat segera dilakukan.
Mengingat, setiap lintasan kereta memiliki ancaman dari benda asing, Dwiyana
mengungkapkan kalau nantinya akan dipasang 6 alat sensorik di setiap overpass
yang dilewati KCJB. Sistem perlindungan objek asing ini juga akan dilengkapi jaring
untuk menghindari adanya benda yang jatuh ke lintasan KCJB dari atas jembatan.
“KCJB ini berkecepatan tinggi, jadi kalau ada benda asing dampaknya fatal. Maka dari
itu sistem pendeteksi ancamannya pun Kami terapkan sebaik mungkin. Ada 6 sensor
yang terpasang di setiap overpass dan dilengkapi jaring supaya tidak ada benda yang
jatuh,” paparnya.
Untuk ancaman lainnya seperti terhentinya supply listrik untuk pengoperasian KCJB,
Dwiyana menekankan kalau ancaman tersebut pun sudah diperhitungkan dengan
menyediakan supply dari listrik cadangan di setiap rangkaian kereta yang mampu
menyediakan listrik selama maksimum 120 menit sejak aliran listrik utama berhenti.
Dengan daya yang terdapat pada back up supply tersebut, Dwiyana mengatakan daya
cadangan itu untuk keperluan telekomunikasi, lampu penerangan hingga ventilasi
darurat dll masih dapat dioperasikan. Terlebih, Dwiyana mengaku kalau supply listrik
utama untuk keperluan KCJB juga berasal dari transmisi 150kV Jawa dan Bali dan
setiap gardu traksi mendapat listrik dari 2 sumber yang berbeda. Pihaknya tidak terlalu
khawatir jika aliran listrik terhenti di salah satu transmisi tersebut. Bila satu gardu traksi
mati total maka listrik aliran atas 25 kV masih dapat dicatu oleh gardu sebelahnya
dan kereta masih dapat beroperasi.
Terakhir, Dwiyana meyakini kalau konstruksi KCJB juga sudah dirancang agar aman
dari ancaman petir. Saat ini ada dua jenis LPS yang dipasang di trase KCJB, yaitu
eksternal LPS dan internal EPS. Adapun metode yang diterapkan pada eksternal LPS
adalah pemasangan air terminal yang berfungsi untuk menangkap petir dan down
conductor grounding system yang mampu mengalirkan arus listrik dari sambaran petir
dari atas konstruksi ke tanah dengan baik. Grounding sytem yang dibangun melalui
IES seperti ini yang tidak ditemukan di perkeretaapian lainnya. Sedangkan untuk
internal LPS, ia menyebut kalau konstruksi KCJB sudah dilengkapi shielding untuk
kebutuhan induksi listrik, arrester untuk konduksi, dan bonding untuk elevasi
tegangan. Semua ancaman petir ini telah mempertimbangkan masukan karakteristik
petir iklim tropis dari ahli petir Indonesia sehingga desain perlindungan terhadap petir
di KCJB jaub lebih baik.
Dwiyana pun menekankan kalau proyek KCJB ini merupakan suatu proyek kolaborasi
dari berbagai keilmuan dan bangsa sehingga terciptalah hasil dengan kualitas terbaik
untuk kemajuan bangsa dan negara. “Dari KCJB ini kita bisa lihat kolaborasi antar
bangsa dan keilmuan. Ada transfer knowledge dan teknologi dari negara yang sudah
lebih dulu sukses dengan kereta cepat, ada transfer dari pakar-pakar terbaik tanah air
di bidang konstruksi, electrical, ada BMKG, dan masih banyak lagi. Kami yakin
kolaborasi ini sangat baik untuk kemajuan bangsa,” tutupnya.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Mirza Soraya, Corporate Secretary
email: mirza.soraya@kcic.co.id